Cari Artikel Disini

Senin, 13 Februari 2012

Pemberian Potongan Harga - Dompet Mertua

Dahuluuuuu banget ketika membuat juklak penjualan yang akan saya serahkan kepada Marketing Manager, biasanya saya membagi dalam 3 skim bayar dengan contoh sbb;

TUNAI KERAS, diskon 10%

UTJ Rp 2 jt.
Pelunasan 2 minggu setelah UTJ.

TUNAI BERTAHAP, diskon 7,5%

UTJ 2 jt.
Angs ke-1 (10% - UTJ) dibayar 2 minggu sejak UTJ.
Angs ke-2 (15%) dibayar 1 bulan sejak angs 1
Angs ke-3 (15%) dibayar 1 bulan sejak angs 2
Angs ke-4 (15%) dibayar 1 bulan sejak angs 3
Angs ke-5 (15%) dibayar 1 bulan sejak angs 4
Angs ke-6 (15%) dibayar 1 bulan sejak angs 5
Angs ke-7 (15%) dibayar 1 bulan sejak angs 6

KPR, diskon 5%

UTJ 2 jt
Angs ke-1 (4% - UTJ), dibayar 2 minggu sejak UTJ.
Angs ke-2 (4%) dibayar 1 bulan sejak angs 1
Angs ke-3 (4%) dibayar 1 bulan sejak angs 2
Angs ke-4 (4%) dibayar 1 bulan sejak angs 3
Angs ke-5 (4%) dibayar 1 bulan sejak angs 4
Pelunasan via KPR (80%)

Tetapi juklak seperti diatas dalam perjalanan waktu saya ubah, karena ada beberapa kelemahan yang merugikan kita sebagai pengembang.

DISKON DIGANTI RABAT

Ketika seseorang sudah diberi diskon dimuka yang dituliskan dalam PPJB, hal yang terjadi adalah HAK mereka diterima, tetapi belum tentu KEWAJIBAN dilaksanakan secara tepat waktu.

Pernah terjadi seorang konsumen membayar UTJ dan minta tambahan diskon karena dia mau membayar tunai. Diskon standar 10%, saya beri tambahan 1,5% menjadi 11,5%. Saya bersyukur dia mau membayar tunai karena polisi biasanya (maaf) sulit di acc bank dalam hal KPR.

Tetapi saat jatuh tempo pelunasan yang disepakati 2 minggu sejak UTJ, dia menolak membayar dengan alasan rumahnya belum dibangun kok minta dilunasi. Developer tidak modal dong kalau begitu, bangunnya pakai uang konsumen ..., katanya sambil ngomel-ngomel.

Konsumen tersebut ngotot siap membayar lunas jika bangunan sudah progres 100%. Dan repotnya lagi tak mau menjalankan kewajiban mengangsur apapun sebelum bangunan siap. Meski dia mengaku sudah diberitahu sales bahwa STB nya 6 bulan kedepan. Aduh pak .. !!!???

Sejak kejadian itu, kebijakan soal memberi DISKON dimuka saya ganti dengan sistem RABAT alias potongan harga yang diberikan di belakang.

Teknisnya; saat transaksi dimana konsumen menyatakan akan membayar TUNAI, harga yang diberikan tetap dengan diskon normal. Tapi dari kami memberikan Surat Pernyataan bahwa; Apabila konsumen bisa melunasi pembayaran paling lambat 2 minggu sejak UTJ (kami sebut tanggalnya), maka akan mendapat RABAT sebesar (misal) 5% dari harga jual.

Artinya jika dia tidak melunasi dalam waktu 2 minggu, maka harga transaksi dia tetap dengan diskon normal, dan di dokumen PPJB belum dipotong diskon yang lebih besar.

JANGAN SEBUT PELUNASAN VIA KPR

Dalam skim pembayaran melalui KPR, sebelumnya kami hanya menjadwalkan pembayaran UM saja. Sisa 80% di terakhir kami tuliskan PELUNASAN VIA KPR, tanpa sebutkan jadwal jatuh tempo.

Yang terjadi jika konsumen tidak kooperatif dalam melengkapi berkas KPR dan akad kredit tak kunjung terealisasi, seolah kita diikat dalam sebuah transaksi tak berujung. Mundur mundur terus. Meski sudah ditolak 2 atau 3 bank sekalipun, kami tak berani mengeksekusi pembatalan.

Andai dieksekusi batalpun, ada masalah karena konsumen tak mau dihanguskan sebagian sebagai sanksi pembatalan. Karena mereka menganggap kegagalan mencarikan bank yang membiayai KPR konsumen adalah kesalahan kami sebagai pengembang. Intinya karena ada kalimat PELUNASAN VIA KPR.

Berikutnya kebijakan tersebut saya ganti. Entah KPR atau mau bayar dari dompet sendiri atau pinjam dompet mertua, kami tak mau tahu.

Kami hanya sebutkan jumlah dan jadwal pembayaran yang fix. Kalau telat ya kena denda keterlambatan.

Pelajaran yang bisa diambil;

DISKON BESAR diberikan bukan melihat darimana uang berasal (dompet konsumen, atau dompet mertua konsumen), tapi adalah seberapa cepat uang kita terima.

Ada paradigma yang salah bahwa jika membayar tunai dari kantong konsumen sendiri seolah punya hak minta diskon lebih. Padahal asal kita punya MoU KPR Indent dengan bank, pencairan dari bank terkadang justru lebih cepat diterima ketimbang skim tunai bertahap dari konsumen.

Pelunasan melalui KPR adalah kewajiban konsumen untuk mengurusnya. Karena konsumen membeli rumah di kita dan kita tahunya terima pembayaran.

Seandainya kita membantu urus KPR, itu adalah SERVICE, bukan KEWAJIBAN. Jadi kegagalan mendapatkan bank pemberi KPR semata mata bukan mutlak kesalahan kita.

Aplikasinya; di jadwal pelunasan (misal) 80% yang terakhir, langsung aja ditulis jadwal jatuh temponya. Tak perlu ada embel embel melalui KPR. Terserah darimana konsumen melunasi, itu kewajiban mereka. Kewajiban kita adalah membangun rumah sesuai apa yang kita janjikan dan menyerahkannya apabila kewajiban konsumen juga sudah clear.

Sukses !!!

Segmentation Targeting - Kampoeng Bola

Email masuk ;

Om jin, saya interest dengan cara om jin menjelaskan tentang marketing. Mengena banget. Tak seperti dosen. Ala praktisi tulen. Tp saya mau tahu lebih banyak soal segmentation dan targeting. Mohon diulas yang detail agar menjadi masukan kita semua. Terima kasih.

Reply :

YUK KITA BELAJAR MENGENALI CUSTOMER

Saya tahu AGNES MONICA.
Tapi apakah saya mengenalnya??
Tahu dan kenal adalah hal yang berbeda.

Apakah kita sebagai pengembang properti benar benar mengenali siapa sesungguhnya customer kita???

Jika anda mengatakan;
Target customer proyek perumahan kami adalah keluarga muda usia 30 s/d 45 thn, yang tinggal di kota Makasar. dengan penghasilan bulanan (joint income) lebih dari 15 jt.

Itu adalah type data berdasar DEMOGRAFIS (umur, jenis kelamin, lokasi, atau pendapatan). Bersifat deskriptif tentang pelanggan atau kelompok pelanggan.

Berikutnya adalah type data berdasar PSIKOGRAFIS (personalitas, nilai-nilai, perilaku, minat, atau gaya hidup).

Misalnya;
Customer tersebut memiliki jiwa dinamis dan sportif, aktif dan rutin berolah raga setiap minggunya. Yang menjunjung tinggi pola hidup sehat.

Yang terakhir, ada type data yang disebut ATRIBUT PERILAKU. Hal ini menunjuk respons mereka terhadap produk yang kita pasarkan, brand promise yang kita janjikan, pesan yang kita komunikasikan, dll.

Misalnya;
Customer ini memilih produk perumahan yang memiliki kelengkapan fasilitas olah raga yang memadai untuk menjalankan aktivitas olah raganya.


Jadi ada 3 (tiga) hal yang sudah kita pelajari dalam hal Segmentation - Targeting, yaitu;

DEMOGRAFIS (Who, Siapa)
PSIKOGRAFIS (Why, Mengapa)
PERILAKU (What, Apa)

Dengan bekal pemahaman yang lebih jelas berdasar data yang ada, akan membantu kita semua untuk mengenali siapakah customer kita? Dan kemana kita mencarinya.

Jika konsumen kita adalah;
Keluarga muda usia 30 s/d 45 thn, yang tinggal di kota Makasar, dengan penghasilan (joint income) lebih dari 15 jt/bln, memiliki jiwa dinamis dan sportif, aktif dan rutin berolah raga setiap minggunya, yang menjunjung tinggi pola hidup sehat, yang akan memilih produk perumahan yang memiliki kelengkapan fasilitas olah raga yang memadai untuk menjalankan aktivitas olah raganya.

Maka dengan tingkat pengenalan customer yang detail seperti diatas, dengan cerdas kita bisa (misalnya) merencanakan produk perumahan sbb ;

Nama:
KAMPOENG BOLA

Positioning:
HUNIAN IDEAL BAGI PRIBADI SPORTIF

Harga Jual:
Kisaran Rp 350 jt s/d Rp 500 jt.

Budget Infrastruktur dan Fasos Fasum;
Rp 2.100.000.000/hektar

Fasilitas;
Jogging track, kolam renang, futsal, mini stadium, lapangan badminton, lapangan basket, lapangan volley, gym.

Strategi Memata Matai Pesaing - Sales Bond 007

Di film James Bond, sering kita lihat kelihaian agen 007 tersebut menyusup ke markas lawan. Mengambil data-data penting, meniduri pacarnya si bandit, lalu dar der dor membikin kekacauan. Seru !!!

Tapi bisakah anda bayangkan, saat sebuah proyek yang saya kembangkan di Bandarlampung sedang memasang lowongan kerja mencari Marketing Manager, ada pelamar yang kelihatannya sudah berpengalaman. Tentu saja kami terima melihat CV dan pengalamannya.

Dia sepakat soal gaji dan hak-hak lainnya. Lalu bersedia langsung ngantor keesokan harinya. Hari pertama dia ngantor ternyata langsung super aktif bertanya ini itu dan mengumpulkan banyak data serta mengcopy dokumen-dokumen admin. Benar-benar pro aktif.

Hari kedua tetap masih fokus mendekati Direksi untuk bertukar pikiran dan diskusi soal MARKETING PLAN. Soal strategi dan taktik pemasaran. Tentu saja kami mentransfer semua knowledge, policy dan hal-hal lain yang dia tanyakan.

Sampai hari ke 3 si Marketing Manager belum fokus mengurusi sales yang jadi anak buahnya, tapi malah tanya ini itu soal SPK, Surat Perjanjian Pemborongan, dll yang berada di wilahan divisi teknik. Bahkan semua file teknik dicopy ke flashdisknya.

Kami mulai heran, tapi berpikir inilah manager marketing yang qualified. Tak mau memakai kacamata kuda, tapi ingin tahu banyak hal lintas divisi sebelum menunjukkan kinerjanya.

Hari keempat dia tidak ngantor.

Hari kelima dia tidak ngantor.

Hari keenam dapat kabar bahwa ternyata dia adalah Marketing Manager dari sebuah perusahaan pengembang juga di kota Bandarlampung, yang 'menghilang' selama 3 hari tetapi kemudian kembali ngantor lagi disana.


Hahaha .... Apakah ini MARKETING INTELIGENT ???

Atau mungkin saja dia sempat resign dari perusahaan lama dan pindah ke tempat kami. Tapi kemudian bos lamanya mengundang balik kembali dengan iming iming kenaikan gaji.

Hehe ... Apapun yang sebenarnya terjadi. Saya suka gaya dia. Benar-benar ala James Bond.

Resiko Tingkat Tinggi - Bisikan Mesra Mbak Rara

Baru saja diajak seorang sahabat PKP (perguruan kungfu properti) yang hampir deal lahan seluas 7000 m2 di daerah Pitara DEPOK. Harga 375.000/m2.

Cara bayarnya itu lho yang bikin 'deg deg an'. Bagaimana tidak?? Ini skim bayarnya;

Termin I (30%) saat AJB PPAT
Termin II (40%) 4 bulan sejak termin I
Termin III (40%) 4 bulan sejak termin II

Ini bukan hot deal. Tapi warm deal, hehe ... Mau beri advise, ternyata sudah panjar 300 jt. OMG !!

Coba bayangkan. Jika kita urusin desain dan perijinan kisaran 2 bulan, berarti baru 2 bulan proyek berjalan, sudah ada kewajiban jatuh tempo 30% lagi. Dan nanti 4 bulan berikutnya jatuh tempo 40% alias pelunasan. Jadi dalam tempo 6 bulan sudah harus bisa melunasi tanah.

Benar-benar sebuah proyek dengan resiko tingkat tinggi. Perlu jurus ACTION PLAN dan proyeksi cash flow tingkat wahid ...

Walau SHGB sudah dibalik nama ke kita dan bisa diagunkan (kredit konstruksi), tapi apakah potensi pelunasan bisa mengandalkan dari situ?? Tidak bisa !!! Mesti ada instrumen lain yang mampu membantu arus kas masuk kita supaya sehat.

Apa itu??? PENJUALAN. Jika penjualan memble, entahlah apa yang terjadi ... MARKETING PLAN harus benar. Strategi yang paling tepat adalah mengorbankan kisaran 40-50% luas lahan efektif dengan harga undervalue alias untung cekak, demi fokus pada target melunasi hutang tanah. Setelah itu baru dievaluasi lagi. Intinya; keruk uang secara cepat guna melunasi tanah.

Saat mendengar strategi mengorbankan laba sepertinya sahabat PKP tersebut agak lemas. Target awal mau laba 3,8 M. Itu yg sudah disounding ke MPM (Mitra Pemilik Modal) yang berjumlah 6 org @ 250jt. Jadi total modal 1,5 M.

Tapi berdasarkan quick count ala Jin AW, maka hitungannya adalah sbb:

Harga tanah (brutto) = 375.000

Harga tanah (netto) = 625.000
Desain dan perijinan = 25.000
Pematangan Lahan = 200.000
Biaya OHC = 200.000

Harga Pokok Tanah = 1.050.000/m2

Jika mau mengejar laba sebesar 3,8 M maka harga jual tanah harus 1,95 jt/m2 alias ekspektasi laba 900.000/m2
= (7.000 x 60%) x 900.000
= 3.780.000.000

Padahal di lokasi yang sangat dekat dengan lahan tersebut harga jual tanahnya cuma 1,8 jt/m2.

Jika mau laku cepat, maka harganya harus dibawah kompetitor tersebut. Saya sarankan hanya 1,7 jt/m2. Alias ekspektasi laba cuma 650.000/m2.
= (7.000 x 60%) x 650.000
= 2.730.000.000

Wah, dari bayangan 3,8 M sekarang turun jadi 2,7 M saja. Lemas pastinya, hehe ...

Saya jadi ingat pramugari EMPAT TITIK bernama mbak Rara Ramadhini, yang pernah membisikkan kalimat mesra ke telinga saya;

Penumpang dewasa mesti memakai masker oksigen terlebih dahulu, baru kemudian memakaikan masker kepada anaknya.

Artinya;
Proyek mesti diselamatkan terlebih dahulu, baru kemudian memikirkan labanya.

Setuju kan??
Bravo mbak Rara Ramadhini !!!

Menciptakan Brand Loyalty - Pemilik Pertama di Jateng / DIY

Boleh percaya boleh tidak. Kisaran 3 - 4 tahun yang lalu (lupa tepatnya), saya membaca sebuah tabloid otomotif yang menyebutkan bahwa Toyota akan merilis sebuah produk baru bernama Toyota Rush. Tak ada banyak keterangan disitu yang bisa saya peroleh.

Tapi esok harinya saya langsung mendatangi sebuah dealer Toyota di Semarang, yaitu PT Nasmoco, dan menyatakan inden mobil tersebut.

Salesnya malah ketawa; "Bapak ini aneh. Gambarnya saja belum ada. Typenya apa saja belum ada. Harga jual juga belum tahu. Bagaimana bisa kami menerima uang bapak .. ?"

Saya tidak kekurangan akal. Dan karena kenal baik dengan seorang manager disitu, maka uang tanda jadi sebesar 10 juta akhirnya bisa diterima sebagai bukti indent. Saya hanya mengatakan; "Saya indent mobil Toyota Rush warna hitam. Type matic. Grade tertinggi, jika ada beberapa varian. Soal harga no problem, saya ikut saja harga resminya."

Aneh bukan? Mungkin tak masuk akal. Saya berani nitip uang indent 10 juta untuk sebuah mobil yang bentuknyapun belum saya ketahui. Demikian pula harga resminya. Kenapa?? Karena trust saya yang demikian tinggi kepada merk Toyota. Itulah BRAND LOYALTY.

Jangan heran saat 3 produk pertama Toyota Rush untuk Jateng/DIY dikirim dari pusat, maka 1 unit ditaruh di showroom, 1 unit ditaruh di stand pameran, dan 1 unit dikirim ke garasi saya. Saya pemilik mobil Toyota Rush pertama di Jateng/DIY.

Bayangkan jika corporate atau perusahaan kita sudah memiliki kredibilitas yang sedemikian tingginya di mata konsumen. Proyek baru diurus ijinnya, konsumen sudah berebut minta informasi. Lahan baru didozer, konsumen berebut membayar tanda jadi. Saat cetakan brosur jadi, semua unit rumah dan ruko sudah ada yang memiliki. Asyik bukan?? Hehe ..

Cetaklah success story. Berikan pelayanan terbaik untuk customer kita. Pupuklah terus kepercayaan itu dalam sebuah relationship marketing, supaya dalam jangka panjang tercipta BRAND LOYALTY.

Manajemen Resiko - Jangan Sampai Gosong

Email masuk;

Bang AW, mohon masukannya.
Mertuaku yang bankir berpesan bahwa dalam menjalankan bisnis properti kita mesti memahami MANAJEMEN RESIKO.
Sebenarnya apa itu yg dimaksud Manajemen Resiko dan gimana contoh penerapannya??

Reply;

Ibarat orang takut punya anak, maka mereka mestinya KB. Yang tahu manajemen resiko, mereka memakai sarung. Yang tidak tahu manajemen resiko, memilih metode celup angkat. Alasannya; banyak yang sukses ber KB dengan metode celup angkat.

Yang jadi masalah, setelah sukses 99x memakai metode celup angkat, pada kali ke 100 dia habis nyelup lupa ngangkat, tahu sendiri deh apa akibatnya, hehe .. Pastinya gosong deh.

Jadi manajemen resiko itu sebenarnya bersifat antisipasi, untuk sesuatu yang belum tentu terjadi. Tapi lebih baik dilakukan guna mencegah resiko atau kejadian yang tak diinginkan.

Dalam bisnis properti, ada banyak aplikasi misalnya;

KAITAN DENGAN MPT

Siapkan klausul kalau sampai pembayaran jatuh tempo gagal bayar, jangan sampai proyek bubar. Tapi mesti dikondisikan hanya dikenakan denda sampai batas waktu tertentu. Setelah itu jika tetap gagal bayar, maka semua investasi yang sudah kita tanamkan akan dikompensasi alias dibarter dengan tanah. Jadi tidak hangus tanpa perhitungan apapun.

KAITAN DENGAN MPM

Siapkan klausul bahwa status modal yang ditanamkan itu adalah MODAL INVESTASI, bukan hutang piutang. Pastikan berada di ranah perdata, bukan pidana. Jangan sampai anda mengkondisikan MPM pasti untung, tapi apapun hasil akhir proyek, maka MPM ikut menanggung laba/rugi.

KAITAN DENGAN BUDGET

Jika di Action Plan budget bangunan 1,4 jt/m2, jangan membuka borongan sesuai budget, tapi usahakan cuma 1,3 jt/m2 saja. Artinya kalau sampai terjadi eskalasi harga material, kita masih bisa melakukan penyesuaian harga melalui addendum.

KAITAN DENGAN JADWAL STB

Jika akibat keterlambatan kontraktor menyelesaikan progres bangunan kita gagal melaksanakan STB (serah terima bangunan) dengan tepat waktu ke konsumen, pastikan ada klausul sakti dalam PPJB yang menghindarkan kita dari resiko langsung kena denda. Melainkan ada tambahan waktu lagi guna menyelesaikan progres tanpa kena denda.


Pokoknya masih banyak lagi contoh contoh manajemen resiko. Dalam setiap aspek harus kita lakukan. Jangan sampai gosong !!!

Skenario Legal - Bukan Alumni Workshop

Cari MPM (Mitra Pemilik Modal) itu susah lho. Ada yang rela ngucurin duit milyaran Rupiah buat proyek kita, eh .. proyek terbengkelai karena cuma jadi sambilan saja. Kalau sudah mangkrak, pantas deh MPM nya mencak-mencak.

Saya diajak seorang teman yang sudah bertindak sebagai MPM berkunjung ke proyek yang dikelola oleh MPK (mitra pemilik keahlian). Yang jelas MPK nya bukan alumni Workshop KETEMU JIN. Makanya gak bisa kelola proyek dengan baik, hehe ..

Duit relasi saya ini sudah ketanam 1,2 M dan belum balik. Eh proyek macet karena gara-gara ada cek senilai 900jt buat pembayaran tanah ke MPT blong, semua kacau balau. MPT langsung memblokir semua Kuasa Jual di Notaris. Semua akad tertunda. Bahkan 3 rencana akad bubar jalan karena calon debitur mundur.

Pengelola proyek jualannya kurang lancar. MARKETING PLAN nya salah sepertinya. Jika telur yang dikumpulin sedikit, sudah pasti anak ayam yang menetas juga minim. Jika penjualan saja kembang kempis, jelas akad kredit sedikit dan cash in sangat minim.

Dalam artikel ini saya tidak bercerita soal MARKETING PLAN yang saya benahi dengan beberapa advise supaya jualan Insya Allah laku. Tapi saya lebih ingin membagikan pengalaman soal pemecahan kasus legalnya.

Katakanlah pengelola proyek alias MPK (Mitra Pemilik Keahlian) itu bernama Bang SENTOT. Nah, semua PPJB dan Kuasa Kuasa yang mengait tanah dengan MPT semua memakai nama Sentot. Ijin-ijin termasuk IMB juga terbit atas nama Sentot. Jadi memakai skenario nama perorangan.

Relasi saya ingin mengambil alih pengelolaan proyek tersebut, dan langkah awalnya adalah menutup cek 900 juta yang menjadi hak MPT. Tapi dia takut tak memiliki akses kontrol yang kuat secara yuridis formal atas proyek. Dia minta saran pada saya bagaimana skenarionya.

Saya memberikan saran sbb;
- Perijinan jangan diurus ulang, biarkan semua memakai nama Sentot. Mahal jika mesti diurus ulang.
- PPJB dan Kuasa Kuasa tetap atas nama Sentot.
- Segera lakukan splitsing atas semua kavling sesuai siteplan yang disahkan Pemkot. Jika sudah terbit sertipikat pecahan atas nama MPT, maka sebenarnya segala dokumen perijinan atas nama Sentot sudah dipakai manfaatnya.

- Bentuk CV dimana pemegang sahamnya sekaligus sekutu aktifnya adalah MPM dan Sentot.

Kenapa mesti bentuk CV?? Karena CV dibentuk sebagai benang merah yang mengkaitkan kemunculan MPM atas lahan yang ijin-ijinnya sudah terlanjur terbit atas nama Sentot.

- Lakukan monopoli penandatanganan AJB PPAT hanya di satu orang notaris yang ditentukan oleh MPM. Pilihan tentu saja ke notaris yang jadi rekanan banyak bank pemberi KPR. Notaris ini akan diberitahu soal adanya SI (standing instruction) khusus.

- Buat perjanjian antara Sentot dan MPM, bahwa atas semua potensi pencairan dari KPR nanti, maka melalui SI (standing instruction) alias surat perintah transfer akan ditujukan ke rekening milik MPM.

- Buat Kuasa Menjual baru (terpisah) dari PPJB yang menunjuk MPM sebagai eksekutor penanda-tangan AJB PPAT.


Jika pihak bank mempertanyakan apa posisi MPM kok bisa menjual lahan yang perijinannya atas nama Sentot, maka jawabannya adalah bahwa yang punya proyek adalah CV dimana ada MPM dan Sentot. Sentot tugasnya yang berhubungan dengan MPT, dan MPM bertugas hubungan keluar dengan konsumen.

JADI CV DIBENTUK SEBAGAI BENANG MERAH TERPENTING DALAM SKENARIO LEGAL INI.

Nah, mulus sudah skenarionya. MPM dengan tenang boleh menambah modalnya demi penyelamatan proyek. Paling-paling sebentar modalnya juga balik karena proyeknya sebenarnya bagus. Hanya pengelolanya saja yang kurang siip. Karena belum pernah ikut Private Workshop KETEMU JIN, hehe ...

Circle of Concern - Ngos Ngosan

Seorang teman menelepon; "Pren, kudengar ada group besar mau membebaskan lahan ribuan hektar di daerah Jonggol. Membuat akses jalan besar sendiri dari tol, dan akan membangun kota mandiri disana. Sebagai pengembang bermodal recehan, opportunity apa yang bisa kita ambil???"

Wah, mendapat pertanyaan seperti itu dengan ringan saya menjawab;

"Tak usah diambil pusing. Itu bukan rejeki kita. DNA kita bukan LAND BANKING yang bisa tahan nafas bertahun tahun. DNA kita adalah hit and run. DNA kita adalah membeli, diurus ijin ijin, dibangun, dipasarkan. Mengurus ijin yang cuma makan waktu 2-3 bulan saja membuat kita ngos ngosan karena argo sudah jalan tapi taxinya diam di tempat.

Istilahnya kita hanya bisa mendengar. Hanya bisa peduli. Kita hanya berada didalam LINGKARAN PEDULI (circle of concern). Rencana yang kita dengar itu apakah jadi direalisasi atau tidak, kita tak bisa memberi pengaruh apapun.

Menurut saya, sepanjang kita tidak berada dalam LINGKARAN PENGARUH (circle of influence), yaitu kondisi dimana kita bisa mempengaruhi sebuah kejadian di masa depan, forget it. Lupakan itu. Cari yang riil riil aja deh ..."

Minggu, 12 Februari 2012

Estetika Nomor Sekian - Perawan Solo

Seorang teman di YM dengan nama akun BINAR BINAR sering berkonsultasi soal properti. Sepertinya dia menghandle pemasaran sebuah perumahan RSH di Kota SOLO, karena topik topiknya selalu terkait dengan strategi pemasaran RSH.

Nah, suatu saat dia mengajak bicara soal PRODUKSI. Dia mengeluh soal kinerja divisi teknik yang kerjanya gak becus karena banyak komplain dari pembeli soal pekerjaan yang sering tidak rapi dan melengkung.

Saya tanya; "Apanya yang melengkung?"
Dia menjawab ngalor ngidul tidak jelas. Saya tak bisa memahami keterangannya.

Sampai kemudian dia berkata; "Saya kirimkan fotonya aja ya via email, biar  Jin AW tahu yang saya maksudkan ..."

Tak lama kemudian ada foto masuk yang menggambarkan sebuah rumah RSH gaya minimalis dengan pemiliknya bergaya didepan pintu. Di vacade depan ada sun shading diatas pintu masuk berupa atap beton setebal entah 8 atau 10 cm. Betul, terlihat melengkung.

Yeah, kerja RSH kok memilih desain yang ribet dan mahal gitu. Seharusnya yang simpel simpel saja. Supaya biaya konstruksinya murah. Mengerjakan RSH yang penting rumahnya memenuhi aspek FUNGSIONAL dan KONSTRUKTIF, soal ESTETIKA itu nomor sekian.

Sampaikan usul ke bos anda deh mas, untuk mengganti desain bangunan menjadi lebih simpel supaya murah borongannya. Borongan seperti itu estimasi saya kisaran Rp 900.000/m2. Jika disederhanakan saya yakin harga Rp 750.000/m2 bisa masuk.

Oh ya, itu cewek yang nampak di foto itu manis juga. Khas PERAWAN SOLO. Itu pemilik rumahnya ya?? Tanya saya sekedar iseng iseng.

Bukan Om Jin, itu foto saya.

Serius?

Iya, itu foto saya tadi dijepret oleh staf divisi teknik.

Lho, anda ini laki laki atau perempuan? Kok saya panggil mas selama ini diam saja?

Gak apa Om. Sama saja kok ...

Ya ampun. Dasar perawan Solo, hehe ..
Pantesan manis ...