Dahuluuuuu banget ketika membuat juklak penjualan yang akan saya serahkan kepada Marketing Manager, biasanya saya membagi dalam 3 skim bayar dengan contoh sbb;
TUNAI KERAS, diskon 10%
UTJ Rp 2 jt.
Pelunasan 2 minggu setelah UTJ.
TUNAI BERTAHAP, diskon 7,5%
UTJ 2 jt.
Angs ke-1 (10% - UTJ) dibayar 2 minggu sejak UTJ.
Angs ke-2 (15%) dibayar 1 bulan sejak angs 1
Angs ke-3 (15%) dibayar 1 bulan sejak angs 2
Angs ke-4 (15%) dibayar 1 bulan sejak angs 3
Angs ke-5 (15%) dibayar 1 bulan sejak angs 4
Angs ke-6 (15%) dibayar 1 bulan sejak angs 5
Angs ke-7 (15%) dibayar 1 bulan sejak angs 6
KPR, diskon 5%
UTJ 2 jt
Angs ke-1 (4% - UTJ), dibayar 2 minggu sejak UTJ.
Angs ke-2 (4%) dibayar 1 bulan sejak angs 1
Angs ke-3 (4%) dibayar 1 bulan sejak angs 2
Angs ke-4 (4%) dibayar 1 bulan sejak angs 3
Angs ke-5 (4%) dibayar 1 bulan sejak angs 4
Pelunasan via KPR (80%)
Tetapi juklak seperti diatas dalam perjalanan waktu saya ubah, karena ada beberapa kelemahan yang merugikan kita sebagai pengembang.
DISKON DIGANTI RABAT
Ketika seseorang sudah diberi diskon dimuka yang dituliskan dalam PPJB, hal yang terjadi adalah HAK mereka diterima, tetapi belum tentu KEWAJIBAN dilaksanakan secara tepat waktu.
Pernah terjadi seorang konsumen membayar UTJ dan minta tambahan diskon karena dia mau membayar tunai. Diskon standar 10%, saya beri tambahan 1,5% menjadi 11,5%. Saya bersyukur dia mau membayar tunai karena polisi biasanya (maaf) sulit di acc bank dalam hal KPR.
Tetapi saat jatuh tempo pelunasan yang disepakati 2 minggu sejak UTJ, dia menolak membayar dengan alasan rumahnya belum dibangun kok minta dilunasi. Developer tidak modal dong kalau begitu, bangunnya pakai uang konsumen ..., katanya sambil ngomel-ngomel.
Konsumen tersebut ngotot siap membayar lunas jika bangunan sudah progres 100%. Dan repotnya lagi tak mau menjalankan kewajiban mengangsur apapun sebelum bangunan siap. Meski dia mengaku sudah diberitahu sales bahwa STB nya 6 bulan kedepan. Aduh pak .. !!!???
Sejak kejadian itu, kebijakan soal memberi DISKON dimuka saya ganti dengan sistem RABAT alias potongan harga yang diberikan di belakang.
Teknisnya; saat transaksi dimana konsumen menyatakan akan membayar TUNAI, harga yang diberikan tetap dengan diskon normal. Tapi dari kami memberikan Surat Pernyataan bahwa; Apabila konsumen bisa melunasi pembayaran paling lambat 2 minggu sejak UTJ (kami sebut tanggalnya), maka akan mendapat RABAT sebesar (misal) 5% dari harga jual.
Artinya jika dia tidak melunasi dalam waktu 2 minggu, maka harga transaksi dia tetap dengan diskon normal, dan di dokumen PPJB belum dipotong diskon yang lebih besar.
JANGAN SEBUT PELUNASAN VIA KPR
Dalam skim pembayaran melalui KPR, sebelumnya kami hanya menjadwalkan pembayaran UM saja. Sisa 80% di terakhir kami tuliskan PELUNASAN VIA KPR, tanpa sebutkan jadwal jatuh tempo.
Yang terjadi jika konsumen tidak kooperatif dalam melengkapi berkas KPR dan akad kredit tak kunjung terealisasi, seolah kita diikat dalam sebuah transaksi tak berujung. Mundur mundur terus. Meski sudah ditolak 2 atau 3 bank sekalipun, kami tak berani mengeksekusi pembatalan.
Andai dieksekusi batalpun, ada masalah karena konsumen tak mau dihanguskan sebagian sebagai sanksi pembatalan. Karena mereka menganggap kegagalan mencarikan bank yang membiayai KPR konsumen adalah kesalahan kami sebagai pengembang. Intinya karena ada kalimat PELUNASAN VIA KPR.
Berikutnya kebijakan tersebut saya ganti. Entah KPR atau mau bayar dari dompet sendiri atau pinjam dompet mertua, kami tak mau tahu.
Kami hanya sebutkan jumlah dan jadwal pembayaran yang fix. Kalau telat ya kena denda keterlambatan.
Pelajaran yang bisa diambil;
DISKON BESAR diberikan bukan melihat darimana uang berasal (dompet konsumen, atau dompet mertua konsumen), tapi adalah seberapa cepat uang kita terima.
Ada paradigma yang salah bahwa jika membayar tunai dari kantong konsumen sendiri seolah punya hak minta diskon lebih. Padahal asal kita punya MoU KPR Indent dengan bank, pencairan dari bank terkadang justru lebih cepat diterima ketimbang skim tunai bertahap dari konsumen.
Pelunasan melalui KPR adalah kewajiban konsumen untuk mengurusnya. Karena konsumen membeli rumah di kita dan kita tahunya terima pembayaran.
Seandainya kita membantu urus KPR, itu adalah SERVICE, bukan KEWAJIBAN. Jadi kegagalan mendapatkan bank pemberi KPR semata mata bukan mutlak kesalahan kita.
Aplikasinya; di jadwal pelunasan (misal) 80% yang terakhir, langsung aja ditulis jadwal jatuh temponya. Tak perlu ada embel embel melalui KPR. Terserah darimana konsumen melunasi, itu kewajiban mereka. Kewajiban kita adalah membangun rumah sesuai apa yang kita janjikan dan menyerahkannya apabila kewajiban konsumen juga sudah clear.
Sukses !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar